Pages

Kamis, 13 Maret 2014

                                     
 Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
            Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan, Klaten, [1] kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.[2] Letaknya sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks Candi Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten.
            Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil.[3] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.[4]
            Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
            Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang bermakna "Brahman Agung" yaitu Brahman atau realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang kerap disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu. Pendapat lain menganggap Para Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain mengajukan anggapan bahwa nama "Prambanan" berasal dari akar kata mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna menanggung atau memikul tugas, merujuk kepada para dewa Hindu yang mengemban tugas menata dan menjalankan keselarasan jagat.

            Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta; Siwagrha (Rumah Siwa) atau Siwalaya (Alam Siwa), berdasarkan Prasasti Siwagrha yang bertarikh 778 Saka (856 Masehi). Trimurti dimuliakan dalam kompleks candi ini dengan tiga candi utamanya memuliakan Brahma, Siwa, dan Wisnu. Akan tetapi Siwa Mahadewa yang menempati ruang utama di candi Siwa adalah dewa yang paling dimuliakan dalam kompleks candi ini.

Komposer

Komposer Ludwig van Beethoven dibaptis pada 17 Desember 1770 , di Bonn , Jerman . Dia adalah seorang inovator , memperluas lingkup sonata , simfoni , concerto dan kuartet , dan menggabungkan vokal dan instrumen dengan cara yang baru . Kehidupan pribadinya ditandai dengan perjuangan melawan tuli , dan beberapa dari karya-karyanya yang paling penting disusun selama 10 tahun terakhir hidupnya , ketika ia masih sangat tidak dapat mendengar .

TANDA KUTIP
            " Tidak akan pernah saya lupa waktu yang saya habiskan dengan Anda . Silakan lanjutkan untuk menjadi teman saya , karena Anda akan selalu menemukan aku milikmu . "

Awal Tahun
            Komposer dan pianis Ludwig Van Beethoven , secara luas dianggap sebagai komposer terbesar sepanjang masa , lahir pada atau sekitar 16 Desember 1770 di kota Bonn di Pemilih dari Cologne , sebuah kerajaan dari Kekaisaran Romawi Suci . Meskipun tanggal pasti kelahirannya tidak pasti , Beethoven dibaptis pada tanggal 17 Desember 1770.
            Karena sebagai masalah hukum dan adat , bayi dibaptis dalam waktu 24 jam setelah lahir , 16 Desember adalah tanggal lahir yang paling mungkin . Namun, Beethoven sendiri keliru percaya bahwa ia lahir dua tahun kemudian , pada tahun 1772 , dan dia keras kepala bersikeras pada tanggal yang salah bahkan ketika disajikan dengan surat-surat resmi yang membuktikan melampaui segala keraguan bahwa 1770 adalah tahun kelahirannya benar.
            Beethoven memiliki dua adik laki-laki yang selamat hingga dewasa , Caspar , lahir pada tahun 1774 , dan Johann , lahir pada tahun 1776 . Ibu Beethoven , Maria Magdalena van Beethoven , adalah seorang wanita ramping , sopan , dan sangat moralistik . Ayahnya , Johann van Beethoven , adalah seorang penyanyi pengadilan biasa-biasa saja lebih dikenal untuk alkoholisme daripada kemampuan bermusik . Namun, Beethoven kakek , godfather dan senama , dirigen Ludwig van Beethoven , adalah yang paling makmur dan terkemuka musisi Bonn , sebuah sumber kebanggaan yang tak terbatas untuk Ludwig muda .
            Kadang-kadang antara kelahiran dari dua adiknya , ayah Beethoven mulai mengajarinya musik dengan ketelitian yang luar biasa dan kebrutalan yang mempengaruhi dia untuk sisa hidupnya . Tetangga disediakan rekening anak menangis kecil sementara ia memainkan clavier , berdiri di atas tumpuan untuk mencapai kunci , ayahnya memukulinya untuk setiap keraguan atau kesalahan .
            Setiap hari dekat , Beethoven dicambuk , terkunci di ruang bawah tanah dan dilarang tidur selama berjam-jam tambahan praktek . Ia belajar biola dan clavier dengan ayahnya serta mengambil pelajaran tambahan dari organis di sekitar kota . Entah meskipun atau karena metode kejam ayahnya , Beethoven adalah seorang musisi berbakat prodigiously dari hari awal dan ditampilkan kilatan imajinasi kreatif yang pada akhirnya akan mencapai lebih jauh daripada komposer sebelum maupun sesudahnya .
            Berharap bahwa putranya akan diakui sebagai anak ajaib musik ala Mozart , Beethoven ayah diatur resital publik pertamanya untuk 26 Maret 1778 . Ditagih sebagai " anak kecil dari enam tahun , " ( usia Mozart ketika ia memulai debutnya untuk Ratu Maria Theresia ) meskipun ia sebenarnya tujuh , Beethoven bermain mengesankan tapi kisahnya menerima press apapun .

            Sementara itu, ajaib musik menghadiri sekolah dasar bernama Latin masa belajar , di mana teman sekelas mengatakan , " Tidak ada tanda untuk ditemukan & bahwa percikan jenius yang bersinar begitu cemerlang dalam dirinya setelah itu . "
  Chairil Anwar.jpg        MAESTRO PUISI
    Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai bupati Inderagiri,Riau. Ia masih punya pertalian keluarga dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.[1] Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu memanjakannya.[2] Namun, Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan apa pun; sedikit cerminan dari kepribadian orang tuanya.
Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS),sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah.[3] Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman.[4]
Pada usia 19 tahun, setelah perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dimana ia berkenalan dengan dunia sastra; walau telah bercerai, ayahnya tetap menafkahinya dan ibunya.[5] Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti InggrisBelanda, dan Jerman.[6] Ia juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer Maria RilkeW.H. AudenArchibald MacLeishHendrik MarsmanJ. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.
    Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun.[6] Hampir semua puisi-puisi yang ia tulis merujuk pada kematian.[6] Namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangatKawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.[6][7] Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, namun bercerai pada akhir tahun 1948.

Makam Chairil di TPU Karet Bivak
   Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya. Sebelum menginjak usia 27 tahun, sejumlah penyakit telah menimpanya. Chairil meninggal dalam usia muda di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta pada tanggal 28 April1949; penyebab kematiannya tidak diketahui pasti, menurut dugaan lebih karena penyakit TBC. Ia dimakamkan sehari kemudian di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.[8]Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari masa ke masa. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. Kritikus sastra Indonesia asal BelandaA. Teeuwmenyebutkan bahwa "Chairil telah menyadari akan mati muda, seperti tema menyarah yang terdapat dalam puisi berjudul Jang Terampas Dan Jang Putus".[3]
   Selama hidupnya, Chairil telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949,[4] sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul Aku danKrawang Bekasi.[5] Semua tulisannya baik yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak, dikompilasi dalam tiga buku yang diterbitkan oleh Pustaka Rakyat. Kompilasi pertama berjudulDeru Campur Debu (1949), kemudian disusul oleh Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).

Senin, 03 Maret 2014

Maestro Seni Lukis Indonesia
     Maestro Seni Lukis Indonesia
 
Dari segi pendidikan, putra Cirebon kelahiran Cirebon tahun 1907 ini termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi generasinya yang kelahiran 1907, memperoleh pendidikan H.I.S, MULO, dan selanjutnya tamat dari A.M.S, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri. Namun bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.
            Ketika Republik ini diproklamasikan 1945, banyak pelukis ambil bagian. Gerbong-gerbong kereta dan tembok-tembok ditulisi antara lain "Merdeka atau mati!". Kata-kata itu diambil dari penutup pidato Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
Bung Karno 'Lahirnya Pancasila', 1 Juni 1945. Saat itulah, Pelukis
Affandi mendapat tugas membuat poster. Poster itu idenya dari Proklamator, Presiden Republik Indonesia Pertama (1945-1966)
            Bung Karno, gambar orang yang dirantai tapi rantai itu sudah putus. Yang dijadikan model pelukis Dullah. Lalu kata-kata apa yang harus ditulis di poster itu? Kebetulan muncul Penyair Legendaris Indonesia
penyair Penyair Legendaris Indonesia
Chairil Anwar. Soedjojono menanyakan kepada Chairil, maka dengan enteng Chairil ngomong: "BUNG, AYO BUNG!"
            Dan selesailah poster bersejarah itu. Sekelompok pelukis siang malam memperbanyaknya dan dikirim ke daerah-daerah. Dari mana kah Chairil memungut kata-kata itu? Ternyata kata-kata itu, biasa diucapkan oleh pelacur-pelacur di Jakarta yang menawarkan dagangannya pada jaman itu.
            Bakat melukis yang menonjol pada dirinya pernah enorehkan cerita menarik dalam kehidupannya. Suatu saat, dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan, India, suatu Akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.
            Sepulang dari India, Eropa, pada tahun limapuluhan, Pelukis
Affandi dicalonkan oleh PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti Frof. Ir. Saloekoe Poerbodiningrat dsb untuk mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya Pelukis
Affandi cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi juga sejak sebelum revolusi.
            Lalu apa topik yang diangkat Affandi? "Kita bicara tentang Perikemanusiaan, lalu bagaimana tentang Perikebinatangan?" demikianlah dia memulai orasinya. Tentu saja yang mendengar semua tertawa ger-geran. Affandi bukan orang humanis biasa. Pelukis yang suka pakai sarung, juga ketika dipanggil ke istana semasa Suharto masih berkuasa dulu, intuisinya sangat tajam. Meskipun hidup di jaman teknologi yang sering diidentikkan jaman modern itu, dia masih sangat dekat dengan fauna, flora dan alam semesta ini. Ketika Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah.
            Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988)
Soeharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.
            Pada tahun enampuluhan, gerakan anti imperialis AS sedang mengagresi Vietnam cukup gencar. Juga anti kebudayaan AS yang disebut sebagai 'kebudayaan imperialis'. Film-film Amerika, diboikot di negeri ini. Waktu itu Affandi mendapat undangan untuk pameran di gedung USIS Jakarta. Dan Affandi pun, pameran di sana.
            Ketika sekelompok pelukis Lekra berkumpul, ada yang mempersoalkan. Mengapa Affandi yang pimpinan Lekra kok pameran di tempat perwakilan agresor itu. Menanggapi persoalan ini, ada yang nyeletuk: "Pak Affandi memang pimpinan Lekra, tapi dia tak bisa membedakan antara Lekra dengan Lepra!" kata teman itu dengan kalem. Karuan saja semua tertawa.
            Dalam perjalanannya berkarya, pemegang gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore tahun 1974, ini dikenal sebagai seorang pelukis yang menganut aliran ekspresionisme atau abstrak. Sehingga seringkali lukisannya sangat sulit dimengerti oleh orang lain terutama oleh orang yang awam tentang dunia seni lukis jika tanpa penjelasannya. Namun bagi pecinta lukisan hal demikianlah yang menambah daya tariknya.
            Affandi memang hanyalah salah satu pelukis besar Indonesia bersama pelukis besar lainnya seperti Pelukis
Raden Saleh, Basuki Abdullah dan lain-lain. Namun karena berbagai kelebihan dan keistimewaan karya-karyanya, para pengagumnya sampai menganugerahinya berbagai sebutan dan julukan membanggakan antara lain seperti julukan Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia bahkan julukan Maestro. Adalah Koran International Herald Tribune yang menjulukinya sebagai Pelukis Ekspressionis Baru Indonesia, sementara di Florence, Italia dia telah diberi gelar Grand Maestro.
            Berbagai penghargaan dan hadiah bagaikan membanjiri perjalanan hidup dari pria yang hampir seluruh hidupnya tercurah pada dunia seni lukis ini. Di antaranya, pada tahun 1977 ia mendapat Hadiah Perdamaian dari International Dag Hammershjoeld. Bahkan Komite Pusat Diplomatic Academy of Peace PAX MUNDI di Castelo San Marzano, Florence, Italia pun mengangkatnya menjadi anggota Akademi Hak-Hak Azasi Manusia.
            Dari dalam negeri sendiri, tidak kalah banyak penghargaan yang telah diterimanya, di antaranya, penghargaan "Bintang Jasa Utama" yang dianugrahkan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978. Dan sejak 1986 ia juga diangkat menjadi Anggota Dewan Penyantun ISI (Institut Seni Indonesia) di Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta. Bahkan seorang Penyair Legendaris Indonesia
penyair Angkatan 45 sebesar Penyair Legendaris Indonesia
Chairil Anwar pun pernah menghadiahkannya sebuah sajak yang khusus untuknya yang berjudul Kepada Pelukis Affandi.
            Untuk menghargai karya-karya besarnya, berbagai lembaga atau yayasan juga berusaha mengabadikan kenang-kenangan pelukis besar ini. Pada tahun 1976, Prix International Dag Hammerskjoeld telah menerbitkan sebuah buku kenang-kenangan tentang "Affandi". Buku setebal 189 halaman lebih itu diterbitkan dalam 4 bahasa, yaitu dalam bahasa Inggris, Belanda, Perancis, dan Indonesia. Demikian juga Penerbitan Yayasan Kanisius, telah menerbitkan sebuah buku tentang Affandi karya Nugraha Sumaatmadja pada tahun 1975.
            Begitu pula dalam rangka memperingati 70 tahun Affandi pada tahun 1978, Dewan Kesenian Jakarta pun menerbitkan buku "Affandi 70 Tahun" susunan Ajip Rosidi, Zaini, Sudarmadji. Dan dalam rangka memperingati 80 tahun Affandi di tahun 1987, Yayasan Bina Lestari Budaya Jakarta, menerbitkan sebuah buku tentang "Affandi". Buku yang disusun oleh Raka Sumichan dan Budayawan, Novelis, Cerpenis, Dosen
Umar Kayam setebal 222 halaman lebih itu diterbitkan dalam dua bahasa yakni bahasa Inggris dan Indonesia.
            Untuk mendekatkan dan memperkenalkan karya-karyanya kepada para pecinta seni lukis, Affandi sering mengadakan pameran di berbagai tempat. Di negara India, dia telah mengadakan pameran keliling ke berbagai kota. Demikian juga di berbagai negara di Eropa, Amerika serta Australia. Di Eropa, ia telah mengadakan pameran antara lain di London, Amsterdam, Brussels, Paris dan Roma. Begitu juga di negara-negara benua Amerika seperti di Brazilia, Venezia, San Paulo, dan Amerika Serikat. Hal demikian jugalah yang membuat namanya dikenal di berbagai belahan dunia.
            Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna.
            Namun, Affandi memilih Sokasrana yang wajahnya jelek namun sangat sakti. Tokoh wayang itu menurutnya merupakan perwakilan dari dirinya yang jauh dari wajah yang tampan. Meskipun begitu, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (Deparpostel) mengabadikan wajahnya dengan menerbitkan prangko baru seri tokoh seni/artis Indonesia. Menurut Helfy Dirix (cucu tertua Affandi) gambar yang digunakan untuk perangko itu adalah lukisan self portrait Affandi tahun 1974, saat Affandi masih begitu getol dan produktif melukis di museum sekaligus kediamannya di tepi Kali Gajahwong Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978)
Yogyakarta.
            Kesederhanaan cara berpikirnya terlihat saat suatu kali, Affandi merasa bingung sendiri ketika kritisi Barat menanyakan konsep dan teori lukisannya. Oleh para kritisi Barat, lukisan Affandi dianggap memberikan corak baru aliran ekspresionisme. Tapi ketika itu justru Affandi balik bertanya, ''Aliran apa itu?''.
            Bahkan hingga saat tuanya, Affandi membutakan diri dengan teori-teori. Bahkan ia dikenal sebagai pelukis yang tidak suka membaca. Baginya, huruf-huruf yang kecil dan renik dianggapnya momok besar.
            Bahkan, dalam keseharian, ia sering mengatakan bahwa dirinya adalah pelukis kerbau, julukan yang diakunya karena dia merasa sebagai pelukis bodoh. Mungkin karena kerbau adalah binatang yang dianggap dungu dan bodoh.
            Sikap ''sang maestro'' yang tidak gemar berteori dan lebih suka bekerja secara nyata ini dibuktikan dengan kesungguhan dirinya menjalankan profesi sebagai pelukis yang tidak cuma musiman pameran. Bahkan terhadap bidang yang dipilihnya, dia tidak overacting.
            Misalnya jawaban Affandi setiap kali ditanya kenapa dia melukis. Dengan enteng, dia menjawab, ''Saya melukis karena saya tidak bisa mengarang, saya tidak pandai omong. Bahasa yang saya gunakan adalah bahasa lukisan.'' Bagi Affandi, melukis adalah bekerja. Dia melukis seperti orang lapar. Sampai pada kesan elitis soal sebutan pelukis, dia hanya ingin disebut sebagai ''tukang gambar''.
            Lebih jauh ia berdalih bahwa dirinya tidak cukup punya kepribadian besar untuk disebut seniman, dan ia tidak meletakkan kesenian di atas kepentingan keluarga. ''Kalau anak saya sakit, saya pun akan berhenti melukis,'' ucapnya.
            Dari segi produktifitas, Affandi termasuk pelukis yang cukup produktif. Menurut Affandi sendiri, dia telah melukis lebih dari 2.000 buah lukisan dan sekitar 300 buah lukisan koleksi pribadinya kini disimpan di Museum Affandi, Jogyakarta. Museum yang diresmikan oleh Fuad Hassan, Lihat Daftar Menteri
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu dalam sejarahnya telah pernah dikunjungi oleh Mantan Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988)
Presiden Soeharto dan Mantan Perdana Lihat Daftar Menteri
Menteri Malaysia Dr. Mahathir Mohammad pada Juni 1988 kala keduanya masih berkuasa. Museum ini didirikan tahun 1973 di atas tanah yang menjadi tempat tinggalnya.
            Sampai ajal menjemputnya pada Mei 1990, ia tetap menggeluti profesi sebagai pelukis. Kegiatan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Ia dikuburkan tidak jauh dari Museum yang didirikannya itu.
            Saat ini, terdapat sekitar 1.000-an lebih lukisan di Museum Affandi, dan 300-an di antaranya adalah karya Affandi. Lukisan-lukisan Affandi yang dipajang di galeri I adalah karya restropektif yang punya nilai kesejarahan mulai dari awal karirnya hingga selesai, sehingga tidak dijual. Sedangkan galeri II adalah lukisan teman-teman Affandi baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal seperti Basuki Abdullah, Popo Iskandar, Hendra, Rusli, Fajar Sidik, dan lain-lain. Adapun galeri III berisi lukisan-lukisan keluarga Affandi.
            Di dalam galeri III yang selesai dibangun tahun 1997, saat ini terpajang lukisan-lukisan terbaru Pelukis
Kartika Affandi yang dibuat pada tahun 1999. Lukisan itu antara lain "Apa yang Harus Kuperbuat" (Januari 99), "Apa Salahku? Mengapa ini Harus Terjadi" (Februari 99), "Tidak Adil" (Juni 99), "Kembali Pada Realita Kehidupan, Semuanya Kuserahkan KepadaNya" (Juli 99), dan lain-lain. Ada pula lukisan Maryati, Rukmini Yusuf, serta Juki Affandi.

It's About Feeling



Ini bukan tentang aku yang mencintaimu, bukan tentang kau yang mencintaiku. Tapi tentang kita, tentang perasaanku dan perasaanmu.
            Aku mngenalmu entah dengan bagaimana caranya, aku pun tak tau. Andai kau tau, kali pertama aku mengenalmu, rasa itu pun mulai tumbuh begitu saja dibenakku. Namamu terngiang di pikiranku, bahkan di saat malam tiba kau selalu hadir dalam setiap mimpiku.
            Aku menunggumu , masih terus menunggumu sampai ssaat ini. Kau tau kenapa,?? Karena aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Tapi sayang, rasa itu tak pernah kuungkapkan begitu saja kepadamu, ketakutan akan kehilanganmu selalu saja menghantuiku. Dan aku tak mempunyai keberanian sedikitpun untuk mengatakannya padamu. Terlintas dipikiranku, untuk menghilangkan rasa tu. Tapi aku tak pernah bisa melakukannya. Karena kau terlalu berharga untuk dilupakan.
            Jika aku mengatakan “I Love You More Than a Friend, Will You Be My Girlfriend.??” Apakah kau akan menerimanya dengan mengatakan “I Want To Be Your Love”.
            Entahlahhh. . aku masih ragu kau akan mengatakan hal itu. Bagaimana kalau kau mengecewakanku dengan berkata lain,?? Bagaimana jika kau menjauhiku hanya karna hali ini.??
            Aku tak memintamu untuk mncintaiku, sama halnya seperti aku mencintaimu. Aku hanya ingin kau tau tentang perasaanku dan merasakan kehadiranku, hanya itu. Aku juga tak pernah berharap kau akan merasakan hal sama sepertiku.
            Masa lalu tetaplah menjadi masa lalu. Aku tau kau masih belum bisa melupakannya. Semua orang pasti mempunyai masa lalu, namun dalam hal ini aku ingin menjadi masa depan untukmu.
            Cobalah buka matamu, buka hatimu.!!!!
            Hanya itu yang ingin aku sampaikan kepadamu, maafkan aku. Karena kuterlalu mencintaimu, Maafkan aku, jika kuterlalu bodoh karena itu. Mafkan aku karena telah mengatakan hal bodoh ini kepadamu. Tapi ketahuilah, kaulah BINTANG HATIKU yang selama ini aku cari.

                                                                                                                                      By. Reksa Dhitra




Chat Box