Pages

Selasa, 23 Desember 2014

Kelainan Pada Mata

Nama : Reksa Dhia Putra
NIM   : G1D014070

Kelainan Pada Mata


Tahukah kalian mata kita merupakan organ yang tersusun oleh banyak lapisan dan saraf? Pernahkah kalian membayangkan apa yang akan terjadi jika salah satu saraf yang terdapat di mata terganggu? Apakah itu yang menyebabkan terjadinya miopi, hipermetropi dan presbiopi? Untuk lebih lanjut mari kita bersama-sama mempelajari tentang mata khusus nya tentang miopi, hipermetropi dan presbiopi.
Mata adalah struktur bulat yang dibungkus oleh 3 lapisan. Dari bagian paling luar hingga paling dalam lapisan-lapisan tersebut yaitu ada konjungtiva yang melapisi kornea dan kelopak mata, sklera, kornea, aquosus humor, pupil, iris, vitreus humor, pembuluh darah, khoroid, retina dan fovea. (Sherwood, 2011)

Mekanisme penglihatan secara normal apabila berkas cahaya masuk ke mata melalui kornea, kubah kuning di depan bola mata, yang kemudian dibengkokan sedikit ( di refraksi). Berkas cahaya kemudian melewati lensa transparan yang bisa berubah bentuk untuk mendapatkan focus yang lebih tajam dalam mekanisme yang disebut akomodasi. Cahaya melanjutkan perjalannya melewati cairan atau vitreus humor di dalam bola mata dan memberi bayangan terbalik ke lapisan retina. Retina memiliki lebih dari 120 juta sel kerucut dan sekitar 7 juta sel batang. Sel-sel ini mengubah energi cahaya yang sampai menjadi sinyal saraf. Sel batang tersebar di retina dan merespon terhadap cahaya tingkat rendah tapi tidak dapat membedakan warna. Sel keerucut terkonsentrasi di fovea membutuhkan keadaan yang lebih terang agar dapat bekerja dan dapat membedakan warna dan rincian halus. Serat saraf dari sel batang dan sel kerucut berhubungan melalui sel retina perantara menuju serat yang membentuk serat optic. Melaluinya, gambar dikirimkan ke korteks visual di otak dan dibalik ke posisi yang sebenarnya (Parker, 2007).  Seseorang dikatakan normal jika berkas cahaya yang masuk mata yang telah difokuskan oleh lensa jatuh tepat pada retina. Jika cahaya yang masuk tidak tepat pada retina, maka seseorang dikatakan memiliki kelainan pada mata. Berikut ini adalah kelainan yang terjadi terjadi pada mata.

a.    Myopia
Myopia (berasal dari Bahasa yunani “penglihatan-dekat”)  atau rabun jauh. Myopia adalah cacat mata karena mata tidak mampu melihat benda-benda yang jauh dengan jelas. Hal ini terjadi ketika sinar cahaya yang masuk ke mata berkumpul didepan retina dalam vitreous humor. Myopia disebabkan oleh pemanjangan bola mata yaitu jarak antara lensa retina dan mata meningkat dan  penurunan panjang fokus lensa.


Pada myopia karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat maka sumber sahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi (meskipun akomodasi dalam keadaan normal digunakan untuk melihat benda yang dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus didepan retina dan tampak kabur. Oeh karena itu, orang dengan myopia memiliki penglihatan dekat dengan baik dari pada penglihatan jauh, suatu keadaan yang dapat diperbaiki dengan lensa konkaf. (Sherwood, 2011)

b.      Hypermetropi
Hypermetropia adalah rabun dekat  yang disebabkan bayangan jatuh dibelakang retina. Akibatnya semakin benda yang dilihat, semakin tidak jelas terlihatnya. Pada hypermetropia bola mata terlalu pendek atau lensa terlalu lemah. Benda jatuh difokuskan di retina hanya dengan akomodasi, sedangkan benda dekat terfokus dibelakang retina bahkan dengan akomodasi dan, karenanya tampak kabur. 
 
Karena itu orang yang menderita hypermetropia memiliki penglihatan jauh yang lebih baik dari pada penglihatan dekat, suatu keadaan yang dapat dikoreksi dengan lensa ­­­konveks. (Sherwood, 2011)

  
c. Presbyopia
Lensa mata kita terdiri dari lapisan-lapisan seperti bawang. Lapisan ini terus bertambah sesuai dengan umur kita, menjadi lensa kita bertambah rata (berkurang kuat lensanya). Akibatnya, orang-orang berusia lanjut tidak dapat melihat jarak yang terlalu jauh. Disamping itu pertambahan umur juga dapat menyebabkan lensa bertambah keras dan kaku serta otot-otot siliar menjadi lemah, akibatnya daya akomodasi lensa berkurang sehingga orang juga sukar untuk melihat banda pada jarak dekat. Presbyopia dapat dibantu menggunakan kacamata bifokal yaitu kaca mata yang mempunyai dua fokus. Setengah bagian lensa yang bagian atas untuk melihat jauh dan bagian bawah untuk melihat dekat. (Surya, 2009)



REFERENSI :

Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC

Steve, Parker. (2007). Ensiklopedia tubuh manusia. London: Dorling Kindersley Limited.

Surya, Yohanes. (2009). Optika. Tangerang: PT Kandol

SENDAWA



Nama   : Reksa Dhia Putra
NIM    : G1D014070
SENDAWA


Bersendawa sesekali saat atau sesudah makan adalah hal yang biasa atau dapat dikatakan normal dan merupakan proses keluarnya gas saat perut penuh dengan makanan. Namun, jika didapatkan orang yang sering bersendawa hal tersebut dapat menelan terlalu banyak udara dan melepaskannya sebelum udara masuk perut. Beberapa individu percaya bahwa menelan udara kemudian mengeluarkan udara tersebut akan meringankan ketidaknyamanan gangguan tertentu. Individu ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja mengembangkan kebiasaan bersendawa untuk meringankan rasa ketidaknyamanan di dalam perut.
Menurut  Vela dkk (2013) sendawa dapat diartikan sebagai suara ketika udara atau gas keluar dari esofagus menuju ke tenggorokan. Istilah medis untuk sendawa itu sendiri adalah eruktasi. Sendawa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sendawa lambung dan sendawa supragastric. Sendawa lambung merupakan kegiatan involunter (tidak disadari) dan dikendalikan secara penuh oleh refleks.

Menurut Bredenoord (2013) sendawa lambung ialah keluarnya udara intragastric yang tertelan menuju ke esofagus selama TLESR. TLESR adalah singkatan dari Transient Lower Esophageal Sphincter Relaxation. TLESR itu sendiri disebabkan oleh distensi perut proksimal, dimana hal ini memungkinkan ventilasi udara dari perut. Ventilasi udara ini berfungsi dalam mekanisme dekompresi lambung dan mencegah lewatnya volume udara yang besar dari pilorus ke duodenum. Oleh karena itu, TLESR sering juga disebut sendawa lambung. Setelah di esofagus, distensi esofagus yang disebabkan oleh refluks udara memulai relaksasi reflexogenik dari upper-esophageal sphincter (UES) sehingga udara dapat lolos dari esofagus. Sendawa lambung ini terjadi 25-30 kali per hari dan hal ini bersifat fisiologis. Sendawa supragastric bukan merupakan aktivitas reflek, tetapi lebih merupakan hasil dari perilaku manusia.

Bersendawa menurut Avunduk (2008) disebabkan oleh eruktasi dari udara yang tertelan. Sendawa bisa terjadi jika volume normal udara tertelan tidak dapat masuk ke usus halus proksimal karena gangguan motilitas, gastroparesis atau obstruksi lambung, atau karena adanya kompeten LES (Lower esophageal sphincter). Dengan demikian, pasien dengan GERD (Gastroesophageal Reflux Disease), karsinoma lambung, ulkus peptikum, atau uremia mungkin mengeluhkan bersendawa. Pasien dengan penyakit kandung empedu sering bersendawa untuk alasan yang tidak diketahui. kadang-kadang bersendawa adalah kebiasaan gugup, dan udara yang tertelan bahkan tidak dapat mencapai perut sebelum eruktasi terjadi. Jarang menyemburkan gas keruh berbau menunjukkan stasis lambung kronis atau fistula gastrokolik.
Beberapa hal yang harus dihindari untuk mengurangi sendawa, yaitu :
1.      Mengunyah permen karet terlalu lama.
2.      Meminum minuman berkarbonasi
3.      Meminum dengan menggunakan sedotan
4.      Meminum minuman yang terlalu panas.
5.      Makan atau mengunyah  terlalu cepat.
6.      Hidung tersumbat, mendengkur dan sindrom sleep apnea.

Menurut Abdullah R, (2005) beberapa hal yang turut menyebabkan sendawa ialah apabila seseorang tersebut terlalu sensitive apabika dipegang, yang mana angin akan bertolak keluar apabila badan individu itu di sentuh. Dalam keadaan ini, otot badan akan menjadi keras sekaligus perut akan menjadi tegang dan angin pula bertolak keluar sehingga individu tersebut sendawa. Kira-kira 70 paratus daripada punca sendawa bukan berpunca pada factor organik. Lazimnya seseorang tersebut akan sembuh dalam tempo satu tahun. Bagaimanapun, sangat penting bagi semua orang untuk mengenali sendawa. Ini karena, salah satu pertanda seseorang tersebut berpenyakit kanker dan penyakit tertentu yang apabila mereka kerap sendawa dalam tempoh yang lama yaitu sehingga tujuh tahun.

Adapun beberapa penyakit yang dikaitkan dengan sendawa:
1.      Kanker perut
2.      Kanker esophagus
3.      Peptik Ulser
4.      Duodenal Ulser
5.      Peningkatan asam di dalam perut
6.      Kembung perut
7.      Infeksi helicobacter pylori
8.      Batu dalam empedu
9.      Sembelit

 Referensi:
 
Abdullah R, (2005). Kesehatan Keluarga. Kuala Lumur: PTS MILLENNIA

Bredenoord, Albert J. (2013). Management of Belching, Hiccups, and Aerophagia. Journal CLINICAL GASTROENTEROLOGY AND HEPATOLOGY. Vol. 11; 6-12

Vela, dkk. 2013. Manual Gastroesophageal reflux disease. USA: John Willey & sons

Menguap



Nama   : Reksa Dhia Putra
NIM    : G1D014070
MENGUAP

Mengapa saya menguap?? Menguap bukanlah sekedar hohh- ahemmm. Tapi ada sedikit riset yang mendukung tentang perkara menguap ini seperti mengapa kita menguap, kapan kita menguap dan apa fungsi dari menguap itu
Menguap merupakan perilaku manusia yang lazim karena dilakukan sepanjang hidup. Menguap bisa dijelaskan dengan perilaku mulut menganga disertai dengan menghirup napas lama yang diikuti dengan mengeluarkan napas dengan singkat. Menguap juga berperan dalam mekanisme membukanya saluran eustachius dan untuk menyesuaikan tekanan udara di telinga tengah.
Menguap memiliki beberapa fungsi penting secara klinis bagi kesehatan. Ada atau tidak adanya tindakan menguap dapat dijadikan sebagai gejala adanya luka-luka di otak, tumor, perdarahan, dan ensefalitis. Menguap juga merupakan faktor terapeutik yang penting dalam mencegah komplikasi-komplikasi pernafasan pasca bedah. Menguap biasanya dihubungkan dengan mengantuk, bosan, dan tingkat-tingkat perangsangan yang rendah. Menguap juga lebih sering terjadi ketika individu mengamati gejala-gejala yang tidak menarik daripada bila mengamati hal-hal yang menarik.
Menurut Dr. Provine dan rekan-rekannya mengatakan “Hanya sedikit hipotesis tentang fungsi menguap yang telah die evaluasi”. Laju menguap tidak diperlancar maupun ditekan denganmenghembuskan gas-gas dengan tingkat-tingkat karbon dioksida atau oksigen yang tinggi. Para peneliti juga melaporkan bahwa menguap juga tidak dipengaruhi latihanolahraga.
Dr. Provine dalam Juan (2005) menyatakan bahwa laju menguap tidak diperlancar maupun ditekan dengan menghembuskan gas karbondioksida dengan tingkat tinggi atau menghirup oksigen dengan tingkat tinggi. Hal ini secara langsung mematahkan hipotesis umum yang ada di kalangan masyarakat bahwa menguap dipengaruhi oleh kadar karbondioksida ataupun oksigen dalam darah. Para peneliti juga melaporkan bahwa menguap juga tidak dipengaruhi oleh latihan olahraga berat.

Hubungan antara menguap spontan dengan rasa kantuk merupakan hal yang dapat dilihat dengan jelas.  Pengalaman pribadi maupun evaluasi ilmiah mendukung tentang hubungan yang tak terpisahkan dari menguap dengan rasa kantuk. Ini menyiratkan adanya beberapa kegiatan fisiologi dan dasar biokimia yang saling mempengaruhi antara menguap dengan rasa kantuk.

Penelitian tentang menguap telah menghasilkan banyak kemungkinan zat dan struktur yang berperan dalam mekanisme menguap. Bukti klinis dan farmakologis menunjukkan bahwa hipotalamus (terutama inti paraventrikular), bulbus dan wilayah sekitar pons dengan koneksi frontal terlibat dalam memicu menguap. Banyak koneksi antara bulbus dan sistem ascending aktif retikuler yang sebagian besar terlibat dalam ritme tidur-bangun dan modulasi tingkat gairah. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang tak terpisahkan antara menguap dan mengantuk.

Selain itu, di antara beberapa neurotransmitter dan neuropeptida yang terlibat dalam pengendalian menguap ada yang bersifat sebagai fasilitator dan ada juga yang bersifat sebagai penghambat. Adrenocortikotropin, α-melanocyte-stimulating hormone, asetilkolin, dopamin, oksida nitrat, asam amino rangsang dan oksitosin memiliki efek fasilitasi, sementara serotonin dan noradrenalin memiliki efek yang berbeda, yaitu bisa sebagai fasilitator ataupun sebagai efek penghambat sesuai dengan reseptor yang terlibat. Gamma-aminobutyric acid dan peptida opioid memiliki efek penghambatan. Zat-zat tersebut merupakan zat-zat yang yang diketahui telah terlibat dalam regulasi tidur-bangun (Walusinski, 2010).

Dr. Steven M. Platek dan para kolagenya (Leyner dan Goldberg, 2006) mengatakan bahwa menguap yang menular mungkin terkait dengan aspek empati terhadap sikap mental yang ditunjukkan oleh seseorang dan secara negatif dipengaruhi oleh peningkatan kecenderungan untuk menderita skizofrenia ringan, sama seperti gerak atau sikap tubuh lain yang terjadi dengan sendirinya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa orang secara tidak sadar meniru ketika melihat orang lain menguap.

Menguap meringankan ketidaknyamanan telinga dan masalah pendengaran yang umum dialami oleh orang-orang selama perubahan ketinggian dengan cepat di pesawat terbang dan lift. Hal ini dicapai dengan membuka tabung eustachius akibat kontraksi dan relaksasi tensor tympani dan otot stapedius.


Referensi:
Juan, Stephen. 2005. Tubuh Ajaib. Membuka misteri-misteri aneh dan menakjubkan tubuh kita. Jakarta: gramedia.

Walusinski, Olivier. 2010. The mystery of yawning in physiology and disease. Switzerland: Reinhardt Druck

Leyner dan Goldberg. 2006. Mengapa pria punya puting susu? : Ratusan pertanyaan yang tak berani anda tanyakan pada dokter. akarta: gramedia.

Chat Box